PAUD Membangun Generasi Berkualitas
Prof. Dr. Syamsiah Badruddin,
M.Si
Dosen Luar Biasa Pascasarjana
STIA Prima Sengkang, UIT, UNM Makassar
Tahun-tahun pertama kehidupan
anak merupakan periode yang sangat menentukan masa depannya. Kesalahan yang
terjadi pada periode kritis akan membawa kerugian yang nyata pada masa depan
bangsa. Investasi untuk perbaikan gizi, kesehatan, dan pembinaan anak usia
dini, akan membuat anak lebih siap belajar dengan baik pada saat sekolah.
Pendidikan Anak Dini Usia
(PAUD) merupakan investasi yang memiliki efek positif jangka panjang bagi
kehidupan anak-anak di masa depan. Sehingga pada gilirannya akan berdampak
positif sangat nyata bagi kemajuan bangsa. Produktivitas bangsa di masa depan,
sangat ditentukan oleh bagaimana upaya pengembangan anak usia dini dilakukan.
Pengembangan anak usia dini,
merupakan pilihan yang bijaksana dalam kaitannya dengan pembangunan SDM guna
membangun masa depan bangsa yang maju, mandiri, sejahtera dan berkeadilan.
Young (1996) mengemukakan, paling tidak ada lima alasan pentingnya melakukan
investasi untuk pengembangan anak usia dini (early child development).
Pertama, untuk membangun SDM
yang berkemampuan intelegensia tinggi, berkepribadian dan berperilaku sosial
yang baik, serta mempunyai ketahanan mental dan psikososial yang kokoh.Kedua,
untuk menghasilkan “economic return” (keuntungan ekonomis) yang lebih, dan
menurunkan “social costs” (biaya sosial) di masa mendatang dengan meningkatnya
efektivitas pendidikan, dan menekan pengeluaran biaya untuk kesejahteraan
masyarakat.
Ketiga, untuk mencapai
pemerataan sosial ekonomi masyarakat, termasuk mengatasi kesenjangan
antargender. Keempat, untuk meningkatkan efisiensi investasi pada sektor lain.
Sebab, intervensi program gizi dan kesehatan pada anak-anak, akan meningkatkan
kemungkinan kelangsungan hidup anak. Sedangkan intervensi dalam program
pendidikan, akan meningkatkan kinerja anak dan mengurangi kemungkinan tinggal
kelas.
Kelima, untuk membantu kaum
ibu dan anak-anak.Dengan semakin meningkatnya jumlah ibu bekerja dan
rumahtangga yang dipimpin oleh wanita, pemeliharaan anak yang aman menjadi
semakin penting. Penyediaan wahana untuk itu, akan memberi peluang kepada
wanita untuk berkarir dan meningkatkan kemampuan maupun keterampilannya.
Membangun Kecerdasan
Fungsi pendidikan bagi anak
dini usia (golden age) tak hanya sekedar memberikan berbagai pengalaman belajar
seperti pendidikan pada orang dewasa. Tapi juga berfungsi mengoptimalkan
perkembangan kapabilitas kecerdasannya.
Pendidikan di sini hendaknya
diartikan secara luas, mencakup seluruh proses stimulasi psikososial yang tidak
terbatas pada proses pembelajaran yang dilakukan secara klasikal. Artinya,
pendidikan dapat berlangsung di mana saja dan kapan saja, baik yang dilakukan
sendiri di lingkungan keluarga, maupun oleh lembaga pendidikan di luar
lingkungan keluarga.
Pembelajaran harus dilakukan
secara menyenangkan. Dengan bermain, anak akan memperoleh kesenangan, hingga
memungkinkannya untuk belajar tanpa tekanan. Sehingga, di samping motorik,
kecerdasan anak (kognitif, sosial-emosional, spiritual dan kecerdasan lainnya)
pun akan berkembang optimal. Lebih penting lagi, kejenuhan belajar, akan
berdampak pada semakin menurunnya prestasi anak di kelas.
Pembelajaran yang
menyenangkan, merupakan pembelajaran yang berpusat pada anak.Di mana anak
mendapatkan pengalaman nyata yang bermakna bagi kehidupan selanjutnya. Pada
gilirannya, melalui pendidikan anak dini usia yang pembelajarannya dilakukan
secara menyenangkan, akan lahir manusia-manusia Indonesia yang siap menghadapi
berbagai tantangan.
Berdasarkan kajian neurologi
dan psikologi perkembangan, kualitas anak dini usia di samping dipengaruhi oleh
faktor bawaan (nature), juga sangat dipengaruhi oleh faktor kesehatan, gizi,
dan psikososial yang diperolehnya dari lingkungan. Karena faktor bawaan harus
kita terima apa adanya, maka faktor lingkunganlah yang harus direkayasa. Dan
kita harus mengupayakannya semaksimal mungkin, agar kekurangan yang dipengaruhi
oleh faktor bawaan dapat diperbaiki.
Meningkatkan Kualitas SDM
Secara konseptual,
pembangunan kualitas sumberdaya manusia, harus mencakup semua dimensi, baik
fisik maupun non-fisik secara totalitas.Segenap potensi jasmani dan rohani
manusia, bisa berkembang secara sempurna dan dapat didayagunakan untuk
melakukan berbagai kegiatan dalam rangka mencapai tujuan hidup.
Kualitas fisik dicerminkan
dengan derajat kesehatan yang prima.Dan kualitas akal dicerminkan oleh daya
pikir atau kecerdasan intelektual yang berkaitan dengan penguasan ilmu
pengetahuan.Sedangkan Kualitas kalbu diukur dengan derajat keimanan dan
ketakwaan, kejujuran, budi pekerti, moral dan akhlak.
Kualitas akal dan kalbu
secara bersama-sama melahirkan daya dzikir dan kesadaran diri yang mendalam
akan hakikat manusia, sehingga melahirkan emogensi atau kecerdasan emosional
(emotional intelligence) yang berkualitas.
Pendekatan holistik
menekankan, bahwa kualitas sumberdaya manusia ditentukan oleh banyak faktor,
baik internal maupun eksternal, yang berlangsung dalam keseluruhan siklus
hidup.Tahap yang sangat menentukan adalah masa janin (pre-natal) hingga anak
berusia remaja (sekitar 15 tahun). Sementara tahap yang paling kritis terjadi
sejak anak lahir hingga ia berumur 5 tahun (balita).
Usia dini, atau saat umur
balita, adalah tahap yang rentan terhadap berbagai pengaruh fisik dan
non-fisik. Agar anak menjadi manusia yang berkualitas, di masa-masa itulah
berbagai faktor yang menentukan tumbuh kembangnya anak, baik fisik, psikologis,
dan sosial, sangat penting untuk diperhatikan dan dikendalikan.
Bagi guru kelas satu, dua,
tiga tingkat sekolah dasar yang berpengalaman, tentu sudah tak asing mendapati
varian bakat (aptitude) yang merupakan potensi kemampuan yang dibawa anak sejak
lahir (inherent inner component of ability; Semiawan, C, 1997).
Mengingat banyak faktor yang
dapat mempengaruhi perkembangan bakat, utamanya lingkungan, maka perhatian para
pendidikan terhadap faktor-faktor di luar diri anak yang akan mempengaruhi
pengembangan intelektualitas dan kreativitas anak, harus diperhatikan.
Khususnya dalam pendidikan anak usia dini.
"Verd� > , s �|
�q
";color:#333333'>
Tentang kreativitas seseorang
atau suatu bangsa, mengapa ada yang bisa menciptakan teknologi tinggi sementara
yang lain tidak?Menurut penulis adalah karena kebudayaan, sejarah sosial dan
ekonomi, sistem pendidikan, nenek moyang, dan nilai hidup yang dianut
masing-masing bangsa.
Setiap bangsa memiliki ciri
sendiri. Bangsa Indonesia dijajah sekitar 3,5 abad, dan dulunya berasal dari
kerajaan-kerajaan yang bernuansa Hindu, Budha dan Islam. Nenek moyang kita juga
petani dan pelaut, sesuai kondisi alamnya. Jadi, kita boleh kagum dengan
Amerika yang bisa membuat satelit, roket dan mendaratkan manusia di bulan,
namun kita melupakan Candi Borobudur yang masuk dalam tujuh keajaiban dunia
hasil karya digjaya nenek moyang kita.
Kita mungkin kagum dengan
bangsa Jepang yang bisa merajai dunia industri elektronik dan kendaraan
bermotor, namun kita juga harus bangga memiliki kekayaan budaya dan etnik yang
beragam.Mungkin, kebanggaan diri kita kian sirna, karena bangsa kita masih
tenggelam oleh laju globalisasi.Hingga kita lupa bahwa kita juga memiliki
keunikan tersendiri.
Inilah, karena kita belum
mengoptimalkan potensi dan keunikan diri, dan cenderung memilih meniru budaya
atau teknologi luar yang katanya lebih canggih. Boleh-boleh saja kita melakukan
alih teknologi agar tidak terlalu ketinggalan dengan bangsa-bangsa lain, tapi
kita juga tak boleh lupa bahwa basis negara adalah pertanian dan kelautan.
Makanan, lauk, minuman,
orangtua atau keluarga, sangat tidak berkolerasi langsung dengan
“keluarbiasaan” seseorang atau suatu bangsa. Kita bisa bercermin diri sebab
bangsa kita yang masih tertinggal dari bangsa lain. Mungkin karena kita masih
malas, kurang belajar, terlalu pasrah pada keadaan, dan kurang maksimal
menggunakan kejeniusan otak kita.
Ada sebuah anekdot
menyebutkan: Kalau otak manusia itu ada yang menjual, maka yang paling mahal
harganya adalah otak orang Indonesia. Tahu alasannya? Karena otak orang
Indonesia masih orisinil dan segar (fresh), sebab jarang dipakai. Sungguh
menyedihkan!
Lalu, seberapa besarkah peran
takdir? Seorang mentor pernah berkata, “Takdir akan turun jika kita telah
berusaha semaksimal mungkin.” Betul! Karena Allah SWT telah mengaskan, “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu
kaum hingga mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (Qs. ar-Ra’d [13]: 11)
Sudah seharusnya kita bisa
memahami keunikan diri masing-masing.Melihat bahwa kita, sebagai individu
maupun bangsa, memiliki potensi dan keunggulan tersendiri, yang bisa kita
berdayakan agar menjadi manusia atau bangsa yang luar biasa.
Jika kita fokus pada
kelebihan diri, maka kemajuan bisa kita peroleh. Namun jika kita hanya melihat kekurangan
atau keterbatasan yang kita miliki, bisa dipastikan kemajuan atau kesuksesan
akan kian menjauh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar